Friday, May 6, 2016

JANGAN LELAH MENGAJAR SEKOLAH MINGGU

Mengajar sekolah minggu adalah pengalaman yang luar biasa. Pengalaman ini aku rasakan sejak diminta untuk terlibat mengajar sekolah minggu di gerejaku. Sebuah gereja kecil yang berada di sebuah desa dekat pegunungan kapur utara Jawa Tengah.
Pertama kali mengajar sekolah minggu sebenarnya bukan karena panggilan iman, tetapi karena terpaksa. Bagaimana tidak, karena waktu itu aku baru duduk di kelas 2 SMP, belum tahu apa-apa. Apalagi tidak ada yang mengajak dan membimbingku. Semua serba terpaksa, terpaksa aku lakukan karena aku prihatin, kadangkala guru yang mengajar sekolah minggu tidak datang tanpa pemberitahuan. Akibatnya, anak-anak sekolah minggu yang sudah dengan sukacita ke gereja ingin mendengarkan firman Tuhan jadi tidak bersemangat, liar dan mengalami kekecewaan.
Minimnya perhatian Majelis Gereja terhadap keadaan ini semakin membuatku prihatin, tidak ada sama sekali ide yang muncul untuk menjawab persoalan tersebut. Apakah itu kecenderungan pelayanan di gereja yang ada di desa, khususnya kepada kelas sekolah minggu?

Oleh karena situasi itulah, maka sekali lagi, aku terpaksa mengajar sekolah minggu. Aku paksakan diri untuk berani tampil di depan anak-anak dengan bekal seadanya. Untung setelah itu ada salah satu temen persekutuan yang mau membantu ikut mengajar sehingga bisa bergantian setiap minggunya. Sekalipun dengan bekal seadanya justru membantuku untuk berkembang secara pribadi. 
Yang dimaksud berkembang adalah :
  • Awalnya tidak berani tampil dimuka umum (khususnya anak-anak) karena biasa menjadi berani;
  • Awalnya kalau cerita hanya membaca akhinya mulai lepas teks dan berupaya menghidupkan cerita-cerita Alkitab dengan beragam cara. 
  • Sampai yang awalnya tidak bisa memetik gitar, mulai belajar secara otodidak memainkan gitar untuk mengiringi pujian di sekolah minggu. Aku masih ingat doaku waktu itu: "Tuhan aku ingin bisa belajar memainkan gitar supaya aku bisa mengiringi pujian sekolah minggu"
Terlebih dari sebenarnya tidak tertarik dengan dunia anak akhirnya ketagihan untuk mengenal lebih dalam dunia anak dan yang paling membahagiakanku adalah anak-anak selalu merindukan kehadiranku.

Oleh karena ketertarikanku itu yang akhirnya menumbuhkan rasa rinduku pula untuk selalu berusaha dapat mengajar, membantu mendampingi guru lain bahkan sampai aku kuliah di Teologi, hampir dua minggu sekali aku sempatkan untuk pulang ke rumah hanya untuk mengajar sekolah minggu. 
Apakah aku pernah mengalami lelah( lelah bukan arti fisik tetapi hati dan pikiran, cenderung bosan)? PERNAH!. Namun demikian justru aku merasa bersalah jika aku tidak bisa mengajar atau sengaja tidak mau mengajar.

Sekarang aku telah menjadi Pendeta jemaat di sebuah gereja disebelah utara kota Solo, tetapi kerinduanku untuk mengajar tidak pernah aku pupus. Bahkan kalau tidak ada jadwal berkotbah, aku selalu meminta guru sekolah minggu untuk ikut mengajar. Sekalipun ada rekan pendeta yang pernah bilang : pendeta kok masih ngajar sekolah minggu...tetapi justru aku bisa bilang bahwa pendeta yang baik adalah pendeta yang tidak hanya berkotbah di atas mimbar gereja tetapi juga bisa berkotbah depan anak-anak sekolah minggu. Karena seorang pendeta harus mau meneladan kristus, yang disegani dan dihormati ketika mengajar di mimbar umum, tetapi juga disayangi oleh anak-anak ketika bercerita didepan anak-anak.
Makanya sampai sekarang sekalipun aku telah menjadi Pendeta, aku selalu berusaha untuk menyempatkan waktu mempersiapkan bahan pengajaran dan mengajar sekolah minggu. Satu hal yang selalu membuatku bersukacita ketika mengajar sekolah minggu, aku mendapatkan sukacita didunia anak dan bersukacita karena anak-anak dapat mengenal Tuhan Yesus melalui aku. Makanya bagi siapapun yang saat ini masih mau mengajar sekolah minggu : "Jangan lelah mengajar sekolah minggu." 
  

MENGAJAR ANAK BALITA

Siapa Anak Balita itu
Bawah lima tahun atau sering disingkat sebagai Balita merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi dengan rentang usia dimulai dari dua sampai dengan lima tahun, atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 24-60 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah.

Kenali Anak Balita
Memasuki tahun keduanya, akan ada banyak kejutan yang ditunjukkan si Kecil dalam perkembangannya. Dia belajar dan beradaptasi dengan cepat dengan lingkungannya. Si Kecil juga mulai aktif mengeksplor lingkungannya, dan tertarik terhadap berbagai benda di sekitarnya.
Tahun ini penuh dengan aktivitasnya menggunakan kedua kakinya untuk menjelajahi dunia sekitar. Si Kecil juga sudah mulai aktif memanjat, dan kemampuan berbahasanya terus berkembang. Dia juga sudah mampu menyadari perintah dari Ibu, dan mengikutinya.
Si Kecil mulai ingin melakukan semuanya sendiri: memakai pakaiannya, memberi makan dirinya sendiri, dan mencuci tangannya. Ibu akan mulai menyadari tanda apakah si Kecil kidal atau tidak. Dia juga sudah mulai berani melepaskan diri dari Ibu dan bermain dengan orang lain.
Secara kognitif, pada periode usia ini pemahaman terhadap obyek telah lebih ajeg. Balita memahami bahwa objek yang diaembunyikan masih tetap ada, dan akan mengetahui keberadaan objek tersebut jika proses penyembunyian terlihat oleh mereka. Akan tetapi jika prose penghilangan objek tidak terlihat, balita mengetahui benda tersebut masih ada, namun tidak mengetahui dengan tepat letak objek tersebut. Balita akan mencari pada tempat terakhir ia melihat objek tersebut. Oleh karena itu pada permainan sulap sederhana, balita masih kesulitan untuk membuat prediksi tempat persembunyian objek sulap.
Kemampuan bahasa balita bertumbuh dengan pesat. Pada periode awal balita yaitu usia dua tahun kosa kata rata-rata balita adalah 50 kata, pada usia lima tahun telah menjadi di atas 1000 kosa kata. Pada usia tiga tahun balita mulai berbicara dengan kalimat sederhana berisi tiga kata dan mulai mempelajari tata bahasa dari bahasa ibunya.
contoh kalimat :
  • Usia 24 bulan: "Haus, minum"
  • Usia 36 bulan:"Aku haus minta minum"

Secara sosiologis, pada periode usia ini balita mulai belajar berinteraksi dengan lingkungan sosial di luar keluarga. Pada awal masa balita, bermain bersama berarti bersama-sama berada pada suatu tempat dengan sebaya, namun tidak bersama-sama dalam satu permainan interaktif. Pada akhir masa balita, bermain bersama berarti melakukan kegiatan bersama-sama dengan melibatkan aturan permainan dan pembagian peran.
Balita mulai memahami dirinya sebagai individu yang memiliki atribut tertentu seperti nama, jenis kelamin, mulai merasa berbeda dengan orang lain dilingkungannya. Mekanisme perkembangan ego yang drastis untuk membedakan dirinya dengan individu lain ditandai oleh kepemilikan yang tinggi terhadap barang pribadi maupun orang signifikannya sehingga pada usia ini balita sulit untuk dapat berbagi dengan orang lain.
Proses pembedaan diri dengan orang lain atau individuasi juga menyebabkan anak pada usia tiga atau empat tahun memasuki periode negativistik sebagai salah satu bentuk latihan untuk mandiri.


Cara Mengajar Balita
Cara belajar yang dilakukan pada usia prasekolah ini melalui bermain serta rangsang dari lingkungannya, terutama lingkungan rumah. Terdapat pula pendidikan di luar rumah yang melakukan kegiatan belajar lebih terprogram dan terstruktur, walau tidak selamanya lebih baik.
Bermain dan belajar tidak bisa dilepaskan atau dipisahkan dari kamus pembelajaran anak balita. Saat anak balita bermain, saat itu pula ia "belajar" sesuatu melalui aktifitas bermainnya. 
Jadi jika anda menjadi guru sekolah minggu untuk anak Balita, cara efektif untuk mengajarkan firman Tuhan adalah dengan metode bermain. Bermain sambil belajar Firman Tuhan.